NU dan Demokrasi

KH Marsudi Syuhud, Sekretaris Jenderal PBNU

DEMOKRASI adalah sistem yang ideal dari perintah negara yang didambakan dan diharapkan oleh sebagian besar negara di dunia, terutama setelah runtuhnya imperialisme-kolonialisme setelah Perang Dunia II.
Demokrasi secara harfiah berarti pemerintahan rakyat (sebagai siyadah lil-ummah). Dalam hal ilmu politik, demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana para penguasa harus bertanggung jawab kepada rakyat yang melakukan kebijakan tidak langsung oleh wakil-wakil terpilih melalui pemilihan umum yang kompetitif, bebas dan jujur.
Demokrasi adalah hasil dari pengalaman dan ide-ide dari Barat sejak abad ke-15 dalam menanggapi kekuatan monarki absolut, teokrasi dan otoriter, tirani, totaliter, dan aristokrat.
Dalam prakteknya, demokrasi kini diterapkan dalam bentuk kelembagaan trias politica yakni kekuatan terpisah legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Pemerintah didasarkan pada peran yang disusun oleh rakyat dan dilakukan oleh sebuah kelompok yang ditunjuk oleh rakyat, dan pelaksanaannya dikontrol oleh rakyat melalui wakil-wakil mereka.
Partisipasi politik rakyat diwujudkan dalam kebebasan berpendapat dan aspirasi, termasuk kebebasan berkumpul (asosiasi) dan mendirikan partai politik, kemudian untuk bersaing dalam pemilihan umum yang adil dan bebas.
Demokrasi adalah perintah yang mengatur hubungan antara negara dan rakyat, yang didasarkan pada nilai-nilai universal kesetaraan, kebebasan dan pluralisme.
Secara prinsip, hubungan antara negara dan masyarakat didasarkan pada kontrak sosial dengan orang-orang yang berhak membentuk pemerintahan, sehingga demokrasi sebenarnya inline dan kompatibel dengan ajaran Islam yang melihat bahwa pemerintah sebagai amanat dan penegakan keadilan.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa: 58, dan tradisi Nabi (Hadist).   “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dari Abu Dzar mengatakan, "Wahai Rasulullah saya katakan kenapa tidak Anda mempekerjakan saya untuk diangkat sebagai perwira." Nabi menjawab dan memukul dengan tangannya di bahu Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah, dan jabatan itu amanah, dan pada hari kiamat adalah penghinaan dan penyesalan. Ingat, siapa pun yang membawanya harus mencari dan menjalankan amanat." (HR. Muslim dan Ahmad bin Hanbal).
Oleh karena itu, pemerintah harus dilaksanakan dengan fundamental terbaik sebagai berikut.
Pertama, Ash-Shura (konsultatif). Pengambilan keputusan dengan menyertakan partai politik dalam urusan publik, baik secara langsung atau melalui perwakilan. (Ali Imran: 159. Asy-Syuura: 38)
Kedua, Al-Musawa (Kesetaraan). Pendapat bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama tanpa diskriminasi karena suku, ras, agama, jenis kelamin, status, kelas sosial dan lain-lain (Al-Hujurat: 13)
Ketiga, Al-'adalah (Keadilan). Menetapkan keputusan yang baik dalam bentuk undang-undang, peraturan dan kebijakan sesuai dengan sifat kebenaran obyektif tanpa berdasarkan pandangan subyektif dan kepentingan dan tidak bertentangan dengan al-Mabadi' al-khamsah (an- Nisa: 135, al-Maidah: 8)
Keempat, Al-Hurriyah (Liberty/ Kebebasan). Jaminan bagi setiap orang untuk menyatakan pendapat dengan cara yang baik, bertanggung jawab, dan al-akhlaq al-karimah (moralitas yang baik) (at-Taubah: 105).
Prinsip-prinsip ini merupakan dasar dari praktek-praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, dalam memimpin dan membimbing masyarakat seperti yang tercantum dalam Piagam Madinah, dan ini tercermin dalam penunjukan al-Khilafat al Rasyidun dan kepemimpinan mereka.
Dalam urusan negara, karena semua anggota masyarakat tidak mungkin terlibat langsung dalam musyawarah, sehingga perlu membuat lembaga perwakilan sebagai ahlul halli wal--'aqdi.
Badan perwakilan yang terdiri dari orang-orang yang terpilih, yang memiliki karakter yang baik dan sikap jujur, amanah, cerdas dan komunikatif, sehingga benar-benar mampu menjalankan fungsi untuk menyerap, menyalurkan dan mendistribusikan aspirasi rakyat dalam merumuskan undang-undang dan mengendalikan pemerintah.Untuk perwakilan terpilih mereka dan percaya melalui pemilihan umum yang bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Ruang lingkup kekuasaan politik dan legislatif dari kekuasaan rakyat, lembaga perwakilan atau pemerintah harus didasarkan pada pokok-pokok ajaran agama dan mengikuti sistem hukum agama menetapkan standar, yaitu:
Pertama,dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum dan aturan yang telah ditetapkan dengan pasti (qath'i) dalam teks Al-Qur'an dan Sunnah hukum, kewenangan lembaga legislatif dibatasi oleh ketentuan teks yang ada.
Kedua, dalam hal pesan Qur'an dan Sunnah di daerah zhanny (ditafsirkan) atau hal-hal baru yang berada dalam ruang lingkup agama, maka lembaga tersebut memiliki kewenangan legislasi sejauh mengikuti sistem ijtihad dan metode yang sah dan valid istinbath al-ahkam.
Ketiga, sementara menyinggung tentang negara dan masyarakat yang tidak terkait dengan masalah agama, seperti sistem dan model pemerintahan, tekad dan aplikasinya tergantung pada pilihan dan persetujuan rakyat atau wakil mereka, tetapi substansi masih mengacu pada prinsip-prinsip agama dan nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Pemerintah dalam suatu negara (al-Imamah) tersebut adalah sunnatullah yang harus diwujudkan dalamsyar'i atau 'aqli untuk mempertahankan kedaulatan, mengatur kehidupan, melindungi hak-hak setiap warga negara dan mencapai kepentingan publik yang baik.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembawa mandat dari rakyat harus selalu berorientasi pada kepentingan publik (tasharruf al-imam 'ala al-ra'iyyah mannuth bi al-maslahah).
Kekuasaan dan kewenangan pemerintah selain mengandung amanat rakyat juga mengandung mandat Ilahi yang nantinya dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta'ala, sehingga bentuk apapun dan bagaimanapun kondisi harus didasarkan pada rasa tanggung jawab Ilahi dan dilaksanakan sesuai dengan bimbingan moral dan nilai agama.
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada 31 Desember 1926, sebelum hari kemerdekaan Indonesia, untuk membentuk pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah air mereka, dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memajukan mencerdaskan kehidupan masyarakat dan untuk berkontribusi pada pembentukan tatanan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kemerdekaan nasional Indonesia harus dirumuskan ke dalam konstitusi Republik Indonesia berdaulat yang didasarkan pada lima prinsip dasar negara.
Kelima prinsip itu adalah keyakinan dalam Tuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila terdiri dari dua kata Sanskerta, "Panca" berarti lima, dan "Sila" bermakna prinsip. Ini terdiri dari lima prinsip dianggap tak terpisahkan dan saling terkait.
Sebagai organisasi Muslim terbesar di negara itu, NU telah menganggap Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi juga. Sejak berdirinya Republik tercinta Indonesia, NU telah setuju untuk menerima Pancasila sebagai ideologi negara. Ini merupakan pilihan terbaik karena pernah dibuat oleh orang Indonesia. Karena tidak hanya mengandung nilai-nilai agama substantif tetapi juga sangat mendalam ekspresi yang berakar dari budaya Nusantara.
Pancasila telah menjadi titik pertemuan terutama karena menghadapi perdebatan sengit dalam berurusan dengan ideologi negara; antara mereka mengharapkan Indonesia menjadi negara sekuler dan mereka mengharapkan sebagai salah satu agama untuk mengingat Indonesia adalah negara mayoritas Muslim.
Tokoh-tokoh Islam telah sepenuh hati menerima kenyataan bahwa Indonesia tidak hanya mengenal satu agama atau keyakinan.
KH Wahid Hasyim, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengambil bagian dalam Komite Investigasi untuk Pekerjaan Persiapan untuk pertemuan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), misalnya. Dia sepenuhnya mendukung Pancasila sebagai ideologi negara dan bahkan mentoransi.

PENGUNJUNG