Sejarah Banser
Tahun 1924 dengan berlatar belakang
pada berdirinya organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan seperti Jong
Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong Minahasa, Jong Celebes berdiri organisasi
kepemudaan Syubbanul Wathan yang berarti Pemuda Tanah Air yang berdiri di bawah
panji Nahdlatul Wathan yang didirikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah dan
dipimpin oleh Abdullah Ubaidmelalui media khusus telah memiliki anggota 65
orang. Perkembangan selanjutnya Subbanul Wathan disambut baik oleh Barisan Ansor
Serbaguna (Banser) sebagai elemen unsur pemuda sehingga ratusan pemuda
mencatatkan diri sebagai anggota, karena aktifitas organisasi ini menyentuh
kepentingan dan kebutuhan pemuda saat itu.
Karena Subbanul Wathan telah
diterima baik oleh Barisan Ansor Serbaguna (Banser) pemuda maka
membentukorganisasi kepanduan yang diberi nama Ahlul Wathan (Pandu Tanah Air)
sebagai inspektur umum kwartir Imam Sukarlan Suryoseputro. Kelanjutan
perkembangan organisasi ini sampai apada masalah-masalah Barisan Ansor Serbaguna
(Banser) yang menitikberatkan pada aspek kebangsaan dan pembelaan tanah air.
Setelah Nahdlatul Ulama (NU) berdiri
(31 Januari 1926) kegiatan organisasi agak mengendor karena beberapa orang
pengurusnya aktif dan disibukkan untuk mengurus organisasi NU.
Atas dasar pemikiran dan upaya
Abdullah Ubaid dan Thohir Bakri pada tahun 1930 mengembangkan dan membangun
organisasi yang berpengaruh di tingkat nasional yang diberi nama Nahdlatus
Subban (Kebangkitan Pemuda), yang dipimpin oleh Umar Burhan.
Dengan latar belakang pengarahan KH.
Abdul Wahab (guru besar kaum muda waktu itu) beliau menyebut beberapa ayat suci
Al-Qur’an yang mengisahkan kesetiaan para sahabat Al-Khawariyyin yang tidak
kepalang tanggung menolong perjuangan para Nabi menyiarkan ajaran Islam dengan
pengorbanan lahir maupun batin, mereka tampil sebagai pejuang yang tangguh
dalam membela dan membentengi perjuangan Islam, kemudian Nabi memberi nama
penghormatan kepda mereka dengan sebutan Ansor yang berarti mereka yang
menolong. Kemudian pada tanggal 24 April 1934 berdirilah organisasi ANO yang
berarti Ansoru Nahdlatul Oelama yang dimaksudkan dapat mengambil berkah
(Tabarrukan) atas semangat perjuangan para sahabat Nabi dalam memperjuangkan
dan membela serta menegakkan agama Allah. Diharapkan kelak senantiasa mengacu
pada nilai-nilai dasar sahabat ansor yang selalu bertindak dan bersikap sebagai
pelopor dalam memberikan pertolongan untuk menyiarkan, menegakkan dan
membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen yang seharusnya senantiasa dipegang
teguh oleh para anggota Gerkan Pemuda Ansor.
Melalui kongres I tahun 1936,
Kongres II Tahun 1937 dan Kongres III tahun 1938 memutuskan ANO mengadakan
Barisan Berseragam yang diberi nama Banoe (Barisan Nahdlatul Oelama) dengan
merinci jenis riyadloh yang diperbolehkan:
1. Pendidikan baris berbaris
2. Latihan Lompat dan Lari
3. Latihan angkat mengangkat
4. Latihan ikat mengikat (Pioner)
5. Fluit Tanzim (belajar kode/isyarat suara)
6. Isyarat dengan bendera (morse)
7. Perkmpungan dan perkemahan
8. Beljar menolong kecelakaan (PPPK)
9. Musabaqoh Fil Kholi (Pacuan Kuda)
10. Muromat (melempar lembing dan cakram)
1. Pendidikan baris berbaris
2. Latihan Lompat dan Lari
3. Latihan angkat mengangkat
4. Latihan ikat mengikat (Pioner)
5. Fluit Tanzim (belajar kode/isyarat suara)
6. Isyarat dengan bendera (morse)
7. Perkmpungan dan perkemahan
8. Beljar menolong kecelakaan (PPPK)
9. Musabaqoh Fil Kholi (Pacuan Kuda)
10. Muromat (melempar lembing dan cakram)
Dari perkembangan-perkembangan yang
terjadi inilah maka ANO kemudian menjadi Gerakan Pemuda Ansor dan Banoe menjadi
Barisan Ansor Serbaguna atau disingkat dengan Banser. (Hernoe)