Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama

ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA 
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BAB I 
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
  1. Anggota biasa adalah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh, dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
  2. Anggota luar biasa, adalah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh, menyetujui aqidah, asas, tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  3. Anggota kehormatan adalah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar.

BAB II
TATACARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
  1. Anggota biasa diterima melalui Pengurus Ranting atas rekomendasi Pengurus Anak Ranting setempat.
  2. Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.
  3. Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di Ranting terdekat.
  4. Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal 3
  1. Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat.
  2. Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimewa.
  3. Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa terdekat.

Pasal 4
  1. Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar.
  2. Pengurus Besar menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau penolakan.
  3. Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada yang bersangkautan diberikan surat keputusan sebagai anggota kehormatan.

Pasal 5
  1. Anggota biasa maupun anggota luar biasa berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU).
  2. Anggota Kehormatan berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama Khusus.
  3. Ketentuan tentang prosedur  penerimaan anggota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

Pasal 6
  1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena:
  2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis dengan tembusan kepada Pengurus Anak Ranting.
  3. Seseorang diberhentikan dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama.
  4. Ketentuan mengenai prosedur pemberhentian keanggotaan diatur dalam Peraturan Organisasi.
  1. permintaan sendiri
  2. diberhentikan

BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 7
Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban:
  1. Setia, taat, dan menjaga nama baik Organisasi.
  2. Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Organissi serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya.
  3. Membayar i’anah yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  4. Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Insaniyah serta persatuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasal 8
  1. Anggota biasa berhak:
    1. Menghadiri Musyawarah Anggota, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
    2. Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    3. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Organisasi pada tingkatannya.
    4. Memberikan usulan dan masukan sesuai ketentuan yang berlaku.
    5. Membela diri dan mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan Organisasi.
  2. Anggota luar biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana hak anggota biasa kecuali hak memilih dan dipilih.
  3. Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial keagamaan lain yang mempunyai aqidah, asas, dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.

BAB IV
TINGKATAN  KEPENGURUSAN
Pasal 9
Tingkatan kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
  1. Pengurus Besar (PB) untuk tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara.
  2. Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi dan berkedudukan di wilayahnya.
  3. Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten / Kota dan berkedudukan di wilayahnya.
  4. Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang bersangkutan.
  5. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan dan berkedudukan di wilayahnya.
  6. Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Kelurahan/desa.
  7. Pengurus Anak Ranting (PAR) untuk kelompok dan atau suatu komunitas.
Pasal 10
  1. Pembentukan Wilayah Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  2. Pembentukan Wilayah diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
  4. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa percobaan selama 2 (dua) tahun.
  5. Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-Cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana Pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.
Pasal 11
  1. Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang melalui Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  2. Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
  4. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
  5. Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) diatas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Pasal 12
  1. Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) orang anggota.
  2. Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama.
  4. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
Pasal 13
  1. Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Ranting melalui Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Wilayah.
  2. Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  3. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
  4. Pengurus Wilayah mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan.

Pasal 14
  1. Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Anak Ranting melalui Majelis Wakil Cabang kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
  2. Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
  4. Pengurus Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan.
Pasal 15
  1. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama dapat dilakukan jika terdapat sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) anggota.
  2. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh anggota melalui Ranting kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
  3. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  4. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
  5. Pengurus Majelis Wakil Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
Pasal 16
Ketentuan mengenai syarat dan tatacara pembentukan kepengurusan Organisasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB V
PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 17
Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
  1. Lembaga.
  2. Lajnah.
  3. Badan Otonom.

Pasal 18
  1. Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
  2. Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya.
  3. Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan.
  4. Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
  5. Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa, disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.
  6. Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 butir (a) dan ayat 1 Pasal 17 adalah:
  7. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.
  8. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif  NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan pengajaran formal.
  9. Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.
  10. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
  11. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP2NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
  12. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan.
  13. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di  bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
  14. Lembaga Bantuan Hukum disingkat LBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.
  15. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
  16. Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama disingkat LAZNU, bertugas  menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya.
  17. Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta  harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
  18. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual) yang akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  19. Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
  20. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
Pasal 19
  1. Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
  2. Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
  3. Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 17 butir (b) dan ayat 1 Pasal ini adalah:
    1. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, disingkat LFNU, bertugas mengelola masalah ru’yah, hisab dan pengembangan IImu Falak.
    2. Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama, disingkat LTNNU, bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah.
    3. Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat LPTNU, bertugas mengembangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
  4. Ketentuan lebih lanjut tentang Lajnah diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 20
  1. Badan Otonom  adalah  perangkat  organisasi  Nahdlatul  Ulama  yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan  dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
  2. Pembentukan dan pembubaran Badan Otonom diusulkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ditetapkan dalam Konferensi Besar dan dikukuhkan dalam Muktamar.
  3. Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama.
  4. Badan Otonom harus memberikan laporan perkembangan setiap tahun kepada Nahdlatul Ulama di semua tingkatan.
  5. Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.
  6. Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:
  7. Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
  8. Ketentuan lebih lanjut berkait dengan Badan Otonom diatur dalam Peraturan Organisasi.
  1. Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
  2. Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
  3. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.
  4. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-Iaki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
  5. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
  1. Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal tharekat yang mu’tabar.
  2. Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah.
  3. Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan    Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual.
  4. Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/ karyawan/tenaga kerja.
  5. Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri.
  6. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.
Pasal 21
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban membina, mengayomi dan dapat mengambil tindakan organisatoris terhadap Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom pada tingkat masing-masing.
BAB VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR
Pasal 22
  1. Mustasyar Pengurus Besar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
  2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais ‘Am, Wakil Rais ‘Am, beberapa Rais, Katib ‘Am dan beberapa Katib.
  3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 23
  1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
  2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah Pusat.
Pasal 24
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.

BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
Pasal 25
  1. Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
  2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
  3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 26
  1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
  2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah.
Pasal 27
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Wilayah.

BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN
PENGURUS CABANG ISTIMEWA
Pasal 28
  1. Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
  2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais,  Katib dan beberapa Wakil Katib.
  3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 29
  1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
  2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang.
Pasal 30
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Cabang.
BAB IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG
Pasal 31
  1. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
  2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
  3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 32
  1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
  2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Majelis Wakil Cabang.
Pasal 33
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Majelis Wakil Cabang.
BAB X
SUSUNAN PENGURUS RANTING
Pasal 34
  1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
  2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.

Pasal 35
  1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
  2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga tingkat Ranting.
Pasal 36
Pengurus Pleno terdiri dari pengurus Syuriyah dan pengurus Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat ranting.

BAB XI
SUSUNAN PENGURUS ANAK RANTING
Pasal 37
  1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
  2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 38
  1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
  2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga.
BAB XII
SUSUNAN PENGURUS BADAN OTONOM
Pasal 39
  1. Pengurus Badan Otonom terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Umum, beberapa Sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara.
  2. Kelengkapan susunan Pengurus Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom.

BAB XIII
SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal 40
  1. Untuk menjadi Pengurus Harian Anak Ranting Nahdlatul Ulama seseorang sudah terdaftar sebagai anggota Nahdlatul Ulama.
  2. Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya.
  3. Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
  4. Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
  5. Untuk menjadi Pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
BAB XIV
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 41
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
  2. Rais Aam dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
  3. Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
  4. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais ‘Am terpilih.
  5. Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang.
    1. Rais ‘Am terpilih, Wakil Rais ‘Am, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua Umum  bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta  Muktamar.
    2. Pengisian A’wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
    3. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.
Pasal 42
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
  2. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
  3. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
    1. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta  Konferensi Wilayah.
    2. Pengurus Wilayah Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

Pasal 43
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
    1. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
    2. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
  2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta  Konferensi Cabang.
  3. Pengurus Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 44
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
    1. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang Istimewa setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
    2. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang Istimewa dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
  2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta  Konferensi Cabang Istimewa.
  3. Pengurus Cabang Istimewa Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 45
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
    1. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Majelis Wakil Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
    2. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Majelis Wakil Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
  2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta  Konferensi Cabang.
  3. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 46
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
  2. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Ranting setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
  3. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Ranting dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
    1. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta  Konferensi Ranting.
    2. Pengurus Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

Pasal 47
  1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
    1. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Musyawarah Anggota setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
    2. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Musyawarah Anggota dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
  2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah.
  3. Pengurus Anak Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.

BAB XV
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 48
  1. Apabila Rais ‘Am berhalangan tetap, maka Wakil Rais ‘Am menjadi Pejabat Rais ‘Am.
  2. Apabila Wakil Rais ‘Am berhalangan tetap, maka Rais ‘Am atau Pejabat Rais ‘Am menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais ‘Am dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Lengkap Pengurus Besar Syuriyah .
  3. Apabila Rais ‘Am dan Wakil Rais ‘Am berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Rais Aam dan Pejabat Wakil Rais Aam.
  4. Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A’wan berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat  Pengurus Besar Harian Syuriyah dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.
Pasal 49
  1. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi Pejabat  Ketua Umum.
  2. Apabila Wakil Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau Pejabat  Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Harian Pengurus Besar Tanfidziyah.
  3. Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
  4. Apabila Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Jenderal,  Sekretaris, Bendahara Umum, dan Bendahara berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui Rapat Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
  5. Apabila Ketua Lembaga atau Ketua Lajnah berhalangan tetap maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan, ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.
  6. Apabila anggota Pengurus Lembaga atau Lajnah berhalangan tetap maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan dan disahkan Pengurus Besar.

Pasal 50
Apabila Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang,  Pengurus Cabang Istimewa,  Pengurus Majelis Wakil Cabang, Ranting, dan  Pengurus Anak Ranting berhalangan tetap maka proses pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 dan 49 Anggaran Rumah Tangga ini.
BAB XVI
RANGKAP JABATAN
Pasal 51
  1. Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
  2. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan atau
  3. Jabatan pengurus harian Lembaga dan Lajnah dan Badan Otonom; dan atau
  4. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik;dan atau
  5. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan atau
  6. Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.
    1. Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan  Lajnah Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah lainnya pada semua tingkat kepengurusan.
    2. Jabatan Ketua Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:
    3. jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom. Dan atau
    4. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan atau
    5. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik.
      1. Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar;   Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.
      2. Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
      3. Apablia Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan.
      4. Apablia Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan atau Rais dan Ketua Pengurus Cabang mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
      5. Ketentuan lebih lanjut mengenai rangkap jabatan dan pencalonan dalam pasal ini akan diatur dalam Peraturan  Organisasi.
BAB XVII
PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 52
  1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disusun dan disahkan oleh Rais ‘Aam, Ketua Umum dan dibantu mede Formatur.
  2. Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  3. Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar  dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
  4. Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang Istimewa disampaikan kepada Pengurus Besar.
  5. Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang.
  6. Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang.
  7. Pengurus Anak Ranting disahkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dengan rekomendasi Pengurus Ranting.
Pasal 53
  1. Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah ditetapkan dalam Rapat  Gabungan Syuriyah Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatannya.
  2. Pengurus Lengkap Lajnah dan Lembaga disusun dan disahkan oleh Pengurus Harian Lajnah dan Lembaga yang bersangkutan.

Pasal 54
  1. Pengurus Harian Badan Otonom Pusat disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  2. Pengurus Harian Badan Otonom di tingkat Wilayah dan Cabang disahkan oleh Pengurus tingkat pusat Badan Otonom yang bersangkutan.
Pasal 55
  1. Pengurus Besar dapat membekukan Kepengurusan Wilayah, Kepengurusan Cabang dan Kepengurusan Cabang Istimewa melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Besar.
  2. Pengurus Cabang dapat membekukan Kepengurusan Majelis Wakil Cabang dan Kepengurusan Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Cabang.
  3. Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat membekukan Kepengurusan Anak Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang.
Pasal 56
Ketentuan tentang tatacara pengesahan  dan Pembekuan kepengurusan diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XVIII
WEWENANG DAN TUGAS PENGURUS
Pasal 57
  1. Mustasyar mempunyai wewenang menyelenggarakan rapat internal yang dipandang perlu.
  2. Mustasyar bertugas memberikan arahan, pertimbangan dan atau nasehat diminta atau tidak baik secara perorangan maupun kolektif kepada Pengurus menurut tingkatannya.
Pasal 58
  1. Kewenangan Rais Aam adalah:
    1. Merumuskan kebijakan umum Organisasi.
    2. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi.
    3. Bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
    4. Bersama  Ketua Umum menandatangani keputusan-keputusan penting Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    5. Bersama Ketua Umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
  2. Tugas Rais Aam adalah:
  3. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  4. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar Syuriyah.
  5. Bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  6. Memimpin Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah.
Pasal 59
  1. Kewenangan Wakil Rais ‘Aam adalah:
  2. Menjalankan kewenangan Rais ‘Aam ketika Rais ‘Aam berhalangan.
  3. Bersama Rais ‘Aam memimpin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    1. Tugas Wakil Rais ‘Aam adalah:
    2. Membantu tugas-tugas Rais ‘Aam.
    3. Mewakili Rais ‘Aam apabila berhalangan.
    4. Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Rais ‘Aam.
Pasal 60
  1. Kewenangan Rais adalah:
    1. Menjalankan wewenang Rais ‘Aam dan  atau Wakil Rais ‘Aam ketika berhalangan
    2. Merumuskan pelaksanaan bidang khusus masing-masing.
  2. Tugas Rais adalah:
  3. Membantu tugas-tugas Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam
  4. Mewakili Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam apabila berhalangan
  5. Melaksanakan bidang khusus masing-masing.

Pasal 61
  1. Kewenangan Katib ‘Aam adalah:
  2. Merumuskan dan mengatur pengelolaan kekatiban Pengurus Besar Syuriyah.
  3. Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani keputusan-keputusan Pengurus Besar.
    1. Tugas Katib ‘Aam adalah:
    2. Membantu Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam dan Rais-Rais dalam menjalankan wewenang dan tugasnya.
    3. Merumuskan dan Mengatur manajemen administrasi  Pengurus Besar Syuriah.
    4. Mengatur dan mengkordinir pembagian tugas di antara Katib.
Pasal 62
  1. Katib mempunyai kewenangan-kewenangan  sebagai berikut:
    1. Melaksanakan kewenangan-kewenangan Katib ‘Aam apabila berhalangan
    2. Mendampingi Rais-Rais  sesuai bidang masing-masing
  2. Katib mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
  3. Membantu tugas-tugas Katib ‘Aam
  4. Mewakili Katib ‘Aam apabila berhalangan
  5. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Katib ‘Aam
Pasal 63
  1. Kewenangan A’wan memberi masukan kepada Pengurus Besar Syuriyah.
  2.  Tugas A’wan  membantu pelaksanaan tugas-tugas Pengurus Besar Syuriyah.
Pasal 64
  1. Wewenang Ketua Umum adalah sebagai berikut:
    1. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik ke luar maupun ke dalam yang menyangkut pelaksanaan kebijakan organisasi dalam bentuk konsultasi, koordinasi maupun informasi.
    2. Merumuskan kebijakan khusus Organisasi.
    3. Bersama Rais ‘Aam mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan/ pengelolaan, dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
    4. Bersama  Rais ‘Aam menandatangani keputusan-keputusan organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    5. Bersama Rais ‘Aam membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
  2. Tugas  Ketua Umum adalah sebagai berikut:
  3. Memimpin, mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  4. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar Tanfidziyah.
  5. Bersama Rais ‘Aam memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
  6. Memimpin Rapat Harian Tanfidziyah dan Rapat Pengurus Lengkap Tanfidziyah.
Pasal 65
  1. Kewenangan Wakil Ketua Umum adalah:
    1. Menjalankan kewenangan Ketua Umum ketika berhalangan.
    2. Membantu Ketua Umum memimpin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  2. Tugas Wakil Ketua Umum adalah:
    1. Membantu tugas-tugas Ketua Umum.
    2. Mewakili Ketua Umum apabila berhalangan.
    3. Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Ketua Umum.
Pasal 66
  1. Kewenangan Ketua-Ketua adalah:
    1. Menjalankan wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan.
    2. Merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing.
  2. Tugas Ketua-Ketua adalah:
    1. Membantu tugas-tugas Ketua Umum.
    2. Menjalankan tugas-tugas Ketua Umum berdasarkan pembidangan sebagai berikut:
(1)    Bidang Dakwah Keagamaan
(2)    Organisasi dan Kaderisasi
(3)    Bidang Ekonomi
(4)    Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
(5)    Bidang Kesehatan dan Sosial
(6)    Bidang Hubungan Luar Negeri
(7)    Bidang Hukum dan Kebijakan Publik
(8)    Bidang Lingkungan
(9)    Bidang-bidang lain yang dipandang perlu.
Pasal 67
  1. Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah:
    1. Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesekretariatan Jenderal Pengurus Besar Tanfidziyah.
    2. Merumuskan naskah rancangan peraturan, keputusan, dan pelaksanaan program Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    3. Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Katib ‘Aam menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar.
  2. Tugas Sekretaris Jenderal adalah:
    1. Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
    2. Merumuskan manajemen administrasi, memimpin dan mengkoordinasikan Sekretariat.
    3. Mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas di antara Sekretaris.

Pasal 68
  1. Kewenangan Sekretaris adalah:
    1. Melaksanakan kewenangan Sekretaris Jenderal apabila berhalangan
    2. Mendampingi Ketua-Ketua sesuai bidang masing-masing.
  2. Tugas Sekretaris adalah:
    1. Membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
    2. Mewakili Sekretaris Jenderal apabila berhalangan
    3. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.
Pasal 69
  1. Kewenangan Bendahara Umum adalah:
    1. Mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Besar.
    2. Melakukan pembagian tugas kebendaharaan dengan bendahara.
    3. Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar yang berkaitan dengan keuangan.
  2. Tugas Bendahara Umum adalah:
    1. Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua-Ketua dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
    2. Merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan aset.
    3. Membuat Standard Operating Procedure (SOP) keuangan.
    4. Menyusun dan merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Rutin, dan anggaran program pengembangan atau rintisan Pengurus Besar.
    5. Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kepentingan auditing keuangan.
Pasal 70
  1. Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas pengurus sebagaimana diatur dalam pasal-pasal dalam bab ini berlaku secaramutatis mutandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan.
  2. Ketentuan lebih lanjut berkait dengan wewenang dan tugas Pengurus diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XIX
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 71
  1. Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban:
  2. Menjaga dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
  3. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
  4. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat kepengurusannya.
    1. Pengurus Nahdlatul Ulama berhak:
      1. Menetapkan kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
      2. Memberikan arahan dan dukungan teknis kepada Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom untuk meningkatkan kinerjanya.
BAB XX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
Pasal 72
  1. Muktamar  adalah forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Nahdlatul Ulama.
  2. Muktamar membicarakan dan menetapkan:
    1. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
    2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
    3. Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun;
    4. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
    5. Rekomendasi Organisasi;
    6. Memilih Rais ’Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    7. Muktamar dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
    8. Muktamar dihadiri oleh :
      1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
      2. Pengurus Wilayah.
      3. Pengurus Cabang/Cabang Istimewa.
      4. Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/Cabang Istimewa yang sah.

Pasal 73
  1. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais ’Aam dan atau Ketua Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
  2. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan atas usulan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari jumlah Wilayah dan Cabang.
  3. Muktamar Luar Biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  4. Ketentuan tentang peserta dan keabsahan Muktamar Luar Biasa merujuk kepada ketentuan Muktamar.
Pasal 74
  1. Musyawarah Nasional Alim Ulama merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
  2. Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan masalah-masalah keagamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa.
  3. Musyawarah Nasional Alim Ulama dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Syuriyah Wilayah.
  4. Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama, pengasuh Pondok Pesantren dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul Ulama sebagai perserta.
  5. Musyawarah Nasional Alim Ulama juga dapat  diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari  jumlah   Wilayah yang sah.
  6. Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
  7. Musyawarah Nasional Alim Ulama diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar.
Pasal 75
  1. Konferensi Besar merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
  2. Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan Organisasi.
  3. Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.
  4. Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru.
  5. Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Wilayah.
  6. Konferensi Besar diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar.
BAB XXI
PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH
Pasal 76
  1. Konferensi Wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah.
  2. Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan:
  3. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
  4. Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
  5. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
  6. Rekomendasi Organisasi;
  7. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Wilayah.
    1. Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
    2. Konferensi Wilayah dihadiri oleh :
    3. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
    4. Pengurus Cabang.
      1. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Wilayah dapat dihadiri oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
      2. Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Cabang di daerahnya.
Pasal 77
  1. Musyarawah Kerja Wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Wilayah yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
  2. Musyarawah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi WIlayah dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
  3. Musyarawah Kerja Wilayah  dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
  4. 4.      Musyarawah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Cabang.
  5. Musyarawah Kerja Wilayah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Wilayah.
  6. Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal 78
  1. Konferensi Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang
  2. Konferensi Cabang membicarakan dan menetapkan:
    1. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis.
    2. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah dan Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama.
    3. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya
    4. Rekomendasi Organisasi
    5. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Cabang.
  3. Konferensi Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
  4. Konferensi Cabang dihadiri oleh :
  5. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
  6. Pengurus Majelis Wakil Cabang.
  7. c.    Pengurus Ranting
    1. Konferensi Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah ranting dan Majelis Wakil Cabang di daerahnya dan dalam pengambilan keputusan, Pengurus Cabang sebagai institusi dan tiap-tiap Majelis Wakil Cabang dan Ranting yang hadir mempunyai hak satu suara.
    2. 6.    Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi konferensi Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Ranting.

Pasal 79
  1. Musyarawah Kerja Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang.
  2. Musyarawah Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
  3. Musyarawah Kerja Cabang  dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus  Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang.
  4. Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang.
  5. Musyarawah Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa jabatan pengurus Cabang.
  6. Musyawarah Kerja Cabang tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.

Pasal 80
  1. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Majelis Wakil Cabang
  2. Konferensi Majelis Wakil Cabang  membicarakan dan menetapkan:
  3. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
  4. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang;
  5. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya;
  6. Rekomendasi Organisasi;
  7. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang.
    1. Konferensi Majelis Wakil Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
    2. Konferensi Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh :
    3. Pengurus Majelis Wakil Cabang.
    4. Pengurus Ranting.
      1. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Majelis Wakil Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting.
      2. 6.    Konferensi Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Ranting di daerahnya.
Pasal 81
  1. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Majelis Wakil Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
  2. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
  3. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang  dihadiri oleh anggota Pengurus  Majelis Wakil Cabang Pleno dan Pengurus Ranting.
  4. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini.
Pasal 82
  1. Konferensi Ranting adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Ranting.
  2. Konferensi  Ranting  membicarakan dan menetapkan:
  3. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis
  4. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Poko-Pokok Program Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang.
  5. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
  6. Rekomendasi Organisasi
  7. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Ranting.
    1. Konferensi Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
    2. Konferensi Ranting dihadiri oleh :
    3. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
    4. Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
      1. Konferensi Ranting sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anak Ranting di daerahnya.

Pasal 83
  1. Musyarawah Kerja Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Ranting yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting.
  2. Musyarawah Kerja Ranting membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Ranting dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
  3. Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus  Ranting Pleno dan utusan Pengurus Anak Ranting.
  4. Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini.
  5. Musyarawah Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam masa jabatan pengurus Ranting.
  6. Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal 84
  1. Musyawarah Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Anak Ranting.
  2. Musyawarah Anggota membicarakan dan menetapkan:
    1. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
    2. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ranting;
    3. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
    4. Rekomendasi Organisasi;
    5. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Anak Ranting.
    6. Musyawarah Anggota dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
    7. Musyawarah Anggota dihadiri oleh :
      1. Pengurus Anak Ranting.
      2. Anggota Nahdlatul Ulama.
      3. Musyawarah Anggota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota di wilayahnya.
Pasal 85
  1. Rapat Kerja Anak Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Anggota yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting.
  2. Rapat Kerja Anak Ranting membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Anggota dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
  3. Rapat Kerja Anak Ranting dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus  Anak Ranting.
  4. Rapat Kerja Anak Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota.
  5. Rapat Kerja Anak Ranting diadakan sekurang-kurangnya lima kali dalam masa jabatan pengurus Anak Ranting.
  6. Rapat Kerja Anak Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
BAB XXII
PERMUSYAWARATAN BADAN OTONOM
Pasal 86
Permusyawaratan Badan Otonom diatur tersendiri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom yang bersangkutan.
BAB XXIII
RAPAT-RAPAT
Pasal 87
  1. Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh Mustasyar, Pengurus Harian Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lajnah, Ketua Lembaga dan Ketua Badan Otonom.
  2. Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
  3. Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program kerja.
Pasal 88
  1. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
  2. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
  3. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal 89
  1. Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuriyah dengan mengikutsertakan Mustasyar.
  2. Rapat Harian Syuriyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
  3. Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal 90
  1. Rapat Harian Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Harian Tanfidziyah.
  2. Rapat Harian Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
  3. Rapat Harian Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal 91
Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 92
Ketentuan mengenai rapat-rapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XXIV
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 93
  1. Sumber keuangan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
    1. Uang pangkal adalah uang yang dibayar oleh seseorang pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota.
    2. Uang i’anah syahriyah adalah uang yang dibayar anggota setiap bulan.
    3. Sumbangan adalah uang atau barang yang berupa hibah, hadiah dan sedekah yang diperoleh dari anggota Nahdlatul Ulama dan  atau simpatisan.
    4. Usaha-usaha lain adalah badan-badan usaha Nahdlatul Ulama dan atau atas kerjasama dengan pihak lain.
Pasal 94
  1. Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkat organisasinya berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi Nahdlatul Ulama sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
  2. Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran keuangan Nahdlatul Ulama diaudit setiap tahun oleh akuntan publik.
  3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat memberikan kuasa atau kewenangan secara tertulis kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom dan atau Badan Usaha yang dibentuk untuk melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan baik berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
    1. Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara langsung atau tidak langsung kepada lembaga, lajnah, badan otonom, badan usaha atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat Organisasinya.
    2. Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda yang bergerak dan atau harta benda yang tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang diperoleh atau yang dibeli oleh perangkat organisasi NU tanpa persetujuan pengurus perangkat organisasi yang bersangkutan.
    4. Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran atau penghapusan perangkat organisasi NU maka seluruh harta bendanya menjadi milik organisasi/Perkumpulan Nahdlatul Ulama.

Pasal 95
  1. Uang pangkal dan uang i’anah syahriyah yang diterima  dari  anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi/perkumpulan dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut :
  2. Uang dan barang yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
  3. Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa inventaris dan aset dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
  1. 40% untuk membiayai kegiatan Anak Ranting
  2. 20% untuk membiayai kegiatan Ranting.
  3. 15% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang.
  4. 10% untuk membiayai kegiatan Cabang/Cabang Istimewa.
  5. 10% untuk membiayai kegiatan Wilayah.
  6. 5%  untuk membiayai kegiatan Pusat.
Pasal 96
Ketentuan mengenai keuangan dan kekayaan organisasi/perkumpulan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XXV
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 97
  1. Pengurus Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan membuat laporan pertanggungjawaban secara tertulis di akhir masa khidmahnya yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
  2. Laporan  pertanggungjawaban Pengurus Nahdlatul Ulama memuat:
    1. Capaian pelaksanaan program  yang telah diamanatkan oleh permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
    2. Pengembangan kelembagaan Organisasi.
    3. Keuangan organisasi
    4. inventaris dan aset organisasi.
Pasal 98
  1. Pengurus Besar menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar dan Rapat Pleno.
  2. Pengurus Wilayah menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada:
  3. Pengurus Besar.
  4. Musyawarah Kerja Wilayah dan Rapat Pleno
    1. Pengurus Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada:
      1. Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.
      2. Musyawarah Kerja Cabang dan Rapat Pleno.
  5. Pengurus Majelis Wakil Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada :
    1. Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
    2. Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dan Rapat Pleno.
  6. Pengurus Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada:
    1. Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang.
    2. Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat Pleno.
  7. Pengurus Anak Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ranting dan Majelis Wakil Cabang.

Pasal 99
Pengurus Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan program setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan masing-masing.
BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 100
  1. Ketentuan pasal 20 ayat 6 tentang batasan usia berlaku setelah permusyawaratan tertinggi Badan Otonom terdekat.
  2. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan atau Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
  3. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar.


Ditetapkan di  : Makassar
Pada Tanggal  : Mei 2010

TIM PERUMUS KOMISI ORGANISASI :
  1. KH. A. Hafidz Usman    (Ketua)
  2. H. A. Malik Haromain   (Sekretaris)
  3. H. Miftah Faqih            (Anggota)
  4. H. Taufiq R. Abdullah   (Anggota)
  5. Hj. Hizbiyah Rochim     (Anggota)
  6. H. Sholeh Hayat           (Anggota)
  7. H. Amas Muda Siregar  (Anggota)

PENGUNJUNG